Konon
Ahmad adalah bocah yang sulit diatur… sifatnya yang gampang marah dan
keras kepala, menjadikannya sering bertengkar dan berkata kasar kepada
orang lain.
Sutau ketika, ayahnya memanggilnya lalu
memberikan sekantong paku kepadanya; “Nih,tiap kali kau bertengkar atau
berkata kasar kepada siapa pun, tancapkan sebatang paku di pagar itu”
kata ayahnya.
Di hari pertama, Ahmad menancapkan sebanyak
32 batang paku di pagar… dan setelah seminggu berlalu, ia demikian
terkejut melihat banyaknya paku-paku yang tertancap di pagar. Ia pun
memutuskan untuk lebih mengendalikan dirinya dan mengurangi jumlah paku
yang harus dia tancapkan tiap hari.
Ternyata benar, ia berhasil mengurangi
jumlah paku yang harus ditancapkannya tiap hari… dan saat itulah ia
mulai sadar bagaimana cara mengendalikan diri.
Baginya, hal tersebut lebih mudah dari pada harus menancapkan paku di pagar setiap hari.
Demikian Si Ahmad melalui hari-hari
berikutnya… hingga tibalah suatu hari dimana ia tidak lagi menancapkan
sebatang pakupun di pagar! Ketika itulah Ahmad melapor kepada Ayahnya,
dan mengatakan bahwa ia tidak perlu lagi menancapkan sebatang paku pun…
Sang Ayah pun berkata kepadanya: “Hmm…
baiklah, sekarang cabutlah sebatang paku setiap harinya, jika kamu
berhasil melewati hari itu tanpa berkata kasar atau bertengkar dengan
siapa pun…”
Hari demi hari berlalu cukup lamahingga
akhirnya Ahmad berhasil mencabut seluruh paku tersebut. Ia pun melapor
kepada ayahnya bahwa seluruh paku di pagar telah dicabutnya kembali.
Maka Sang ayah mengajaknya ke pagar sembari
berkata: “Hmm, bagus bagus… kerjaanmu cukup baik… tapi, coba perhatikan
lubang-lubang bekas paku yang kau tancapkan di pagar, ia takkan kembali
seperti sedia kala! Wahai Anakku… ketika kamu bertengkar dan marah
dengan seseorang, kamu akan mengeluarkan kata-kata yang tidak baik… kamu
meninggalkan mereka dengan luka yang dalam seperti lubang-lubang yang
kau lihat ini… benar, kau bisa saja menikam seseorang lalu mencabut
pisau tadi dari perutnya; akan tetapi, kau pasti akan meninggalkan bekas
luka yang dalam! Karenanya, percuma saja kamu menyesali perbuatanmu itu
berkali-kali, karena toh bekas lukanya tetap ada, dan ingatlah bahwa
luka akibat lisanmu adalah lebih menyakitkan dari pada tikaman”.
Al Mutanabbi mengatakan:جِرَاحَاتُ السِّنَانِ لَهَا الْتِئَامُ وَلاَ يَلْتَئِمْ مَا جَرَحَ اللِّسَانُ
Luka karena senjata dapat sembuh kembali, Namun takkan sembuh bila lisan yang melukai [1]
Semoga Anda terinspirasi dengan kisah di atas…
[1] Dinukil dan disadur dari sebuah artikel berbahasa Arab (www. al77.net).
0 Comments